![]() |
| Alasannya! Kenapa Cewek itu Juga Perlu Untuk Bekerja dan Bukan Cuma Jadi Ibu Rumah Tangga Saja? |
Keputusan untuk menjadi seorang ibu rumah tangga yang bekerja seringkali
mendapat kritikan. Dianggap menelantarkan anak, abai pada suami, hingga lalai
pada tugas-tugas di rumah.
Padahal, seorang ibu yang bekerja justru punya banyak efek positifnys,
baik untuk diri mereka sendiri, keluarga, dan tumbuh kembang anak lho! Nah, di
artikel ini saya akan memaparkan beberapa fakta-fakta penelitian yang bisa
meyakinkanmu bahwa kelak tidak ada salahnya bekerja sambil mengurus rumah
tangga. Simak, yuk!
1. Ibu yang bekerja itu adalah seorang panutan yang baik bagi anak-anaknya,
bahwa perempuan tidak selalu berada di posisi yang inferior.
role model
Kental dengan budaya patriarki, kita seringkali menyepelekan
perempuan. Peran ibu dianggap sekadar sebagai “pengurus rumah” yang tidak lebih
hebat dari ayah. Kadang, hal ini menjadikan anak memilih lebih patuh pada ayah
daripada ibu. Namun, anak-anak tentu perlu diberi pemahaman yang benar; bahwa
ibu juga punya otoritas atas dirinya sendiri dan anak-anaknya.
Ibu yang bekerja adalah contoh baik bagi anak perempuan
maupun laki-laki. Anak perempuan akan mengerti bahwa perempuan juga layak
mengejar karir, bukan sekadar menikah lalu punya anak. Sementara, anak
laki-laki akan memahami bahwa tugas-tugas rumah tangga bukan semata-mata
tanggung jawab perempuan, tapi seluruh anggota keluarga.
Bukan berarti ibu yang tidak bekerja adalah panutan yang
buruk. Tapi, pilihan untuk berkarir menjadi contoh gamblang bagi anak-anak
untuk mematahkan anggapan-anggapan umum yang menempatkan perempuan di posisi
inferior.
2. Dengan bekerja, kelak anak-anakmu akan dapat terdidik untuk menjadi
lebih bersifat mandiri.
Bersifat mandiri
Tanpa ibu di rumah, anak-anak justru bisa jadi lebih
bertanggung jawab pada diri mereka sendiri. Makan tepat waktu, mengerjakan PR,
belajar, bermain, tidur siang; banyak hal yang dikerjakan atas kesadaran diri
sendiri. Bahkan, mengingat pesan-pesan dari ibu membuat mereka lebih
berhati-hati. Misalnya, mereka akan patuh untuk tidak bermain-main dengan api
atau listrik saat sendirian di rumah.
Meskipun sebagian anak lebih beruntung lantaran punya PRT di
rumah, bukan berarti mereka menjadi manja. Umumnya, PRT bertanggung jawab pada
pekerjaan rumah; masak, menyapu, mengepel, atau mencuci baju. Sementara,
anak-anak akan mengusahakan tugas-tugas mereka sendiri, mengerjakan PR atau
belajar untuk ulangan misalnya. Dalam kasus ini, kemandirian anak-anak akan
terdidik secara alami.
3. Kesibukan pekerjaan juga dapat membuatmu terhindar dari munculnya emosi
negatif yang dapat mengarah pada depresi.
minim depresi
Menurut survei Gallup.com pada 1000 responden, tercatat 28%
kasus depresi dialami para ibu rumah tangga sedangkan hanya sekitar 17% yang
dialami ibu rumah tangga yang bekerja. Elizabeth Mendes, kepala editor dari
Gallup.com menegaskan bahwa pekerjaan memang bisa jadi sumber kebahagiaan bagi
para ibu. Hal ini lantaran kesibukan di kantor bisa membuat para ibu terhindar
dari emosi-emosi negatif seperti marah, sedih, stres, atau khawatir.
4. Tapi, keputusan untuk bekerja bukan berarti mengabaikan
peranmu sebagai orang tua.
Ibu rumah tangga yang bekerja sering dianggap mengabaikan
perannya sebagai orang tua. Alih-alih menemani anak di rumah, ibu justru sibuk
dengan rutinitas di kantor. Kadang, hal inilah yang membuat ibu menanggung rasa
bersalah. Menganggap bahwa keputusan untuk bekerja membuat anak-anak membenci
mereka lantaran merasa diabaikan.
Namun, peran ibu tak bisa diukur dengan seberapa sering
seorang ibu ada di samping anak-anaknya. Membimbing dan mengarahkan anak tetap
bisa dilakukan selama mampu membagi waktu dan menjaga komunikasi. Bahkan,
kemampuan untuk menjalankan dua peran sekaligus adalah bukti bahwa ibu adalah
orang tua yang hebat.
5. Karena memiliki waktu yang terbatas, momen kumpul bersama
anak-anak justru lebih berkualitas.
membagi waktu
Rutinitas dan tanggung jawab pekerjaan menjadikan ibu tidak
punya banyak waktu bersama anak-anaknya. Bahkan, setelah seharian meninggalkan
rumah pun masih harus terganggu dengan email klien dan deadline pekerjaan yang
belum terselesaikan. Akibatnya, sekadar untuk duduk bersama anak dan
mendengarkan hari-hari mereka di sekolah bisa jadi momen berharga.
Bagaimanapun, ibu dituntut untuk tegas dan disiplin soal jam
kerja. Pekerjaan selayaknya diselesaikan di kantor karena setelahnya adalah tugas ibu untuk
memenuhi hak anak-anak. Gunakan waktu untuk menemani mereka mengerjakan PR atau
belajar. Pastikan bahwa sedikit waktu selepas jam kantor cukup berkualitas bagi
mereka. Jika terpaksa harus kembali menyentuh folder-folder pekerjaan, lakukan
setelah anak-anak tidur di malam hari.
6. Menurut penelitian, anak-anak yang ibunya bekerja jadi
lebih pintar di sekolah.
anak pintar
Penelitian di Denmark menyebutkan bahwa anak-anak yang sejak
usia 4 tahun ditinggal oleh ibunya bekerja justru tumbuh lebih cerdas daripada
anak-anak yang ibunya tidak bekerja. Yang pasti, hal ini erat kaitannya dengan
peran negara (Denmark) yang mengalokasikan 1,2% pendapatan nasional untuk
kepentingan anak-anak. Fasilitas pendidikan yang memadai dan peran orang tua
sebagai panutan menjadikan anak-anak punya prestasi yang lebih baik di sekolah.
7. Selain anak lebih pintar, pilihan ibu untuk bekerja juga
tidak akan mempengaruhi perilaku anaknya.
pertumbuhan anak
Banyak ibu yang khawatir jika ketidakhadiran mereka di rumah
akan mempengaruhi perilaku anak. Namun, berbagai penelitian yang dipublikasikan
American Psychological Association sejak tahun 1960 justru menjelaskan
sebaliknya.
Para peneliti hanya menemukan sedikit bukti bahwa keputusan
ibu untuk bekerja akan mempengaruhi perkembangan perilaku anak, menjadi nakal
misalnya. Sebaliknya, anak-anak yang ditinggal bekerja sejak usia kurang dari 3
tahun justru punya prestasi lebih baik di sekolah daripada anak-anak yang
ibunya tidak bekerja. Bahkan, anak-anak tersebut juga minim mengalami stres dan
depresi. Nilai yang lebih rendah hanya diperoleh oleh anak-anak yang sejak usia
kurang dari 1 tahun sudah ditinggal ibunya untuk bekerja.
8. Selama punya jam kerja normal dan mampu mengatur waktu,
tumbuh kembang emosi anak juga tidak akan terganggu.
emosional
Penelitian di University College London mematahkan
kepercayaan bahwa pilihan ibu untuk bekerja bisa mempengaruhi pertumbuhan emosi
anak. Selama ibu punya jam kerja yang normal dan bisa menyeimbangkan antara
pekerjaan dan komitmen sebagai orang tua, keputusan untuk bekerja bukanlah
masalah bagi tumbuh kembang emosi anak.
9. Hubunganmu dan pasangan bisa jadi lebih harmonis. Kalian
terbiasa berbagi tugas karena sama-sama bekerja.
punya hubungan yang bahagia
Kaitannya dengan peran ayah, ibu yang bekerja justru punya
hubungan yang lebih bahagia. Pasalnya, ayah dan ibu akan pintar-pintar bekerja
sama membagi tugas agar segala sesuatunya berjalan dengan baik. Bahkan, tidak
jarang mereka rela bertukar peran agar tidak terjadi masalah. Misalnya, saat
ibu harus meeting dan pergi ke kantor lebih pagi dari biasanya, ayahlah yang
akan menyiapkan sarapan untuk anak-anak.
Saling pengertian antara keduanya menjadikan hubungan yang
dijalani justru lebih baik. Merasa punya peran yang sama-sama penting dan
tanggung jawab yang sama-sama besar membuat ikatan suami istri lebih kuat. Bukan
tidak mungkin jika kondisi keluarga jadi lebih bahagia dan harmonis.
10. Bekerja berarti memberimu ruang pribadi – untuk sejenak
meninggalkan rutinitas sebagai ibu rumah tangga.
istirahat
Tidak bisa dipungkiri bahwa tinggal di rumah untuk memasak,
menyapu, atau mencuci bisa jadi rutinitas yang membosankan. Atas alasan itulah,
seorang ibu butuh kegiatan yang bisa menyeimbangkan hidupnya. Bergelut dengan
tugas kantor, menghadapi klien, bergaul dengan teman kantor; banyak hal yang
bisa menjadikan pekerjaan sebagai penyeimbang – membuat hidup lebih menarik
untuk dijalani.
11. Di tengah kebutuhan hidup yang kian mencekik leher,
pendapatanmu mampu membantu meringankan beban finansial keluarga.
keuangan
Bukan hanya bermanfaat bagi diri sendiri, bekerja tentu
memberi manfaat bagi seluruh keluarga, khususnya perkara keuangan. Di
negara-negara maju, ibu yang bekerja menjadi isu penting yang erat kaitannya
dengan kesejahteraan keluarga. Di Amerika misalnya, tercatat 66% dari seluruh
perempuan yang sudah menikah memilih untuk bekerja.
Soal keuangan memang seringkali menjadi alasan kenapa ibu
memilih bekerja. Pasalnya, gaji suami mungkin belum bisa memenuhi berbagai
kebutuhan keluarga. Misalnya, dengan UMP 2,2 juta di Jakarta tentu belum
menutup kebutuhan pokok, hingga biaya sekolah dan cicilan rumah. Namun, jika
ayah dan ibu sama-sama bekerja, sudah pasti masalah keuangan terasa lebih ringan.
Nah,jadi gimana? Apakah kamu setuju kalau seorang ibu rumah tangga
sebaiknya juga bekerja, atau sebaliknya? Saat kelak berumah tangga, semoga kita
bisa pintar-pintar menentukan pilihan, ya! :)







0 komentar:
Post a Comment